Kamis, 02 Februari 2012

DAYAK JUGA MEMPUNYAI KERAJAAN


KERAJAAN MAMPAWAH HULU
BERAWAL DARI KERAJAAN DAYAK

Kerajaan Mempawah bermula dari sebuah kerajaan Dayak yang berkedudukan di dekat pegunungan Sidiniang, Sangking, Mempawah Hulu yang berdiri kira-kira tahun 1340 Masehi. Kerajaan yang dipimpin oleh Patih Gumantar itu disebut-sebut sebagai pecahan kerajaan Matan/Tanjungpura. Kerajaan ini sangat populer pada zamannya. Patih Gumantar juga telah mengajak Patih Gajahmada dari kerajaan Majapahit mengadakan kunjungan dalam menyatukan Nusantara. Kunjungan ini kemungkinan besar dilaksanakan sesudah lawatan Gajahmada ke kerajaan Muang Thai dalam membendung serangan kerajaan Mongol. Saat itu Gajahmada memberikan hadiah Keris Susuhan yang masih tersimpan sampai saat ini di Hulu Mempawah. Kerajaan ini harus berakhir ketika kira-kira tahun 1400 Patih Gumantar tewas terkayau oleh serangan suku Biaju/Miaju.
 
Sekitar tahun 1610 kerajaan ini bangkit dan dilangsungkan di bawah kekuasaan Raja Kudung/Kodong. Pusat pemerintahan kerajaan Dayak ini berada di Pekana, Karangan. Istrinya bernama Puteri Berkelim.
Setelah Raja Kodong wafat pada tahun 1680, pemerintahan digantikan oleh Raja Senggauk/Sengkuwuk. Ibukota kerajaan dipindhkan dari Pekana ke Senggauk, hulu sungai Mempawah. Raja Dayak ini beristrikan putri Kerajaan Batu Rizal Indragiri Sumatera yang bernama Putri Cermin. Putri Raja Kodong yang bernama Utin Indrawati kemudian dinikahi Panembahan Muhammad Zainudin, putra Kerajaan Tanjungpura.
Putri Kesumba, cucu Raja Senggauk dari Panembahan Muhammad Zainudin kemudian menikah dengan Opu Daeng Menambon, bergelar Pangeran Mas Surya Negara dari kerajaan Luwuk yang berdiam di Kerajaan Tanjungpura. Opu Daeng Menambon kemudian diangkat sebagai raja. Ia memindahkan pusat kerajaan ke daerah Sebukit Rama.
Tahun 1766 setelah wafatnya Opu Daeng Menambon, putra mahkota bergelar Panembahan Adiwijaya Kesuma Jaya naik takhta. Adiwijaya terkenal anti penjajahan dan pada masanya perlawanan terhadap Belanda pernah terjadi di daerah Galaherang, Sebukit Rama dan Sangking.
Tahun 1840 takhta diserahkan kepada putra mahkota Gusti Jati. Kota pusat kerajaan dibangun di pulau Pedalaman, tempat bekas pendudukan Belanda. Ibukota pusat pemerintahan dinamakan Mempawah, satu nama yang diambil dari nama pohon yang banyak tumbuh di hulu sungai Mempawah, yakni pohon Mempauh.
Pada zaman pemerintahan Gusti Jati terjadi serangan Sultan Kasim dari kerajaan Pontianak yang mengakibatkan mundurnya Gusti Jati ke daerah kerajaan lama, walau Sultan Kasim berhasil diusir mundur ke Pontianak. Tahun 1831 Belanda memanfaatkan kesempatan dengan menobatkan Gusti Amin menduduki kursi pemerintahan. Raja-raja berikutnya juga merupakan boneka Belanda. Setelah raja Gusti Muhammad Thaufiq Accamuddin ditangkap Jepang pada tahun 1944, Jepang mengangkat raja Gusti Mustaan sebagai pemangku jabatan Wakil panembahan karena putra mahkota masih terlalu muda. Putra mahkota tertua, Drs Jimmy Ibrahim, kemudian tidak melanjutkan pemerintahan karena penghapusan swapraja di Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar yang baik, adalah komentar yang membangun wawasan, dan beretika